Senin, 28 April 2014

BAGAIMANA MENDIDIK ANAK UNTUK JUJUR

BAGAIMANA MENDIDIK ANAK UNTUK JUJUR

Bagaimana mendidik anak untuk jujur, bapak ibu tentu sudah tiap hari mendidik anak anak kita dengan tujuan agar anak kita lebih baik bahkan jauh lebih baik dari kita terutama dalam hal pendidikan dan kecerdasan, yang pada akhirnya akan berujung untuk kemampuan pemenuhan kebutuhan anak itu sendiri di masa mendatang, 
Namun terkadang sikap kita yang terlalu antosies dan terlalu bersemangat dengan target yang kita harapkan untuk anak kita, terkadang kita melupakan hal hal prinsip yang justru menjadi penentu bagaimana hasil didikan kita itu.

Orang tua wajib aktif membentuk mental anak agar selalu bersikap terbuka dan jujur, baik di rumah dan lingkungan sosial. Membuat anak terbuka dan jujur tentang hal-hal yang sensitif, dapat dimulai dengan mengubah gaya bertanya. Usahakan untuk bertanya dalam suasana yang nyaman. Ini bisa membuat anak lebih terbuka dan jujur.

cara membuat anak bersikap terbuka dan jujur adalah dengan berkomunikasi dengan bahasa anak. Pilihlah kata atau frase yang dimengerti anak. Jawablah juga pertanyaan anak dengan sebaik mungkin dan dengan cara yang tepat. Termasuk ketika anak bertanya hal-hal yang menurut orang tua canggung.

Ketika anak berbicara, tunjukkan jika Anda sangat tertarik dengan apa yang dikatakannya. Hal itu dapat ditunjukkan melalui ekspresi mengangguk, tersenyum, dan mengajukan pertanyaan balik kepada anak. Dengan demikian anak merasa berarti dan mereka merasa nyaman untuk terbuka dan jujur kepada orang tua jika ada sesuatu yang benar-benar mengganggu mereka.

Orang tua juga perlu mencari tahu apa yang dipikiran anak, apakah yang ada di benaknya mengenai suatu hal benar atau salah. Dengan mengetahui pikirannya, orang tua bisa membantu anak memahami daerah “abu-abu” untuk mendorong mereka mengekspresikan pendapat dan mengembangkan penilaian mereka akan sesuatu hal.

Untuk membuat anak terbuka dan jujur , orang tua pun juga harus bersikap demikian. Semakin orang tua terbuka dan mampu menciptakan suasana santai, anak akan semakin merasa mampu berbicara tentang apa pun yang mengkhawatirkan mereka. 

Anak melihat 
orang tua sebagai panutan. banyak orang tua yang tidak sadar bahwa kebiasaan mereka yang sering berbohong pada orang lain, diperhatikan oleh anak, untuk kemudian diartikan sebagai sikap yang normal dan tidak salah.

Cara efektif untuk membuat anak jujur dapat dilakukan dengan pendekatan halus dan menghibur. Jangan menakuti anak atau mengancam mereka bila ketahuan berbohong. Pola asuh yang demikian justru akan membuat anak lebih sering tidak jujur dan memilih menutupi kenyataan dari orang tua. 

Kamis, 17 April 2014

KARYA SENI LUKIS SISWA SISWI MI NURUL HUDA BANDUNG SUKOREJO

Umumnya anak anak suka dengan corat coret , coret ini coret itu, bahkan dindingpun tak luput dari goresan buah btangan anak anak, kita, tanpa kita sadari ternyata anak kita yang masih dalam masa perkembangan sedang berusaha mengekspresikan perasaanya melalui coretan.
Bapak ibu jika mendapati anak anak kita suko corat coret jangan dimarahi karena mereka sedang dalam masa perkembangan mengeksperikan bakat dan minat mereka, jangan sampai bakat anak nyang mulai muncul tak jadi berkembangan karena terhalang oleh larangan bapak ibu,
Mari kita cermati apa yang menjadi kebiasaan anak kita, mari kita dukung dan suport bakat itu, jangan sampai bakat tersebut berubah menjadi masalah di masa depannya.
Anak anak di MI Nurul Huda Bandung desa Sukorejo yang hobi corat coret mari kita bersama sama mencoretkan imajinasi kita diatas kanfas lukis kalian, tak ada rotan akarpun jadi tak ada kanfas kertaspun jadi., tidak masalah cah......, yang penting hasilnya, Coba lihat buah tangan ananda Riski dan Erika ini,
 Lukisan iini buah karya ananda Riski Yuda Pratama Siswa MI Nurul Huda Bandung Desa Sukorejo,diatas sebuah  barang bekas berupa potongan eternit sisa bangunan,
 Dan yang ini masih karya Ananda Riski Yuda Pratama tapi kali ini diatas kertas Karon.
 Untuk Kali ini adalah karya Ananda Erika Yanuari yang dituangkan diatas sebuah karton, .
dan ini masih karya Ananda Erika Yanuari yang dituangkan di  atas sebuah potongan Eternit bekas

Bapak, Ibu yang terhormat coba kita bayangkan bagaimana seandainya buah tangan anak anak tersebut dituangkan diatas kanfas ?......

Minggu, 13 April 2014

MENGAPA ANAK GAGAL BELAJAR?

Oleh : R. Marfu Muhyiddin Ilyas, MA
KATA kunci dari belajar dan mengajar adalah perubahan. Ya, perubahanlah yang menjadi ukuran apakah seorang anak sudah belajar dan seorang guru atau guru sudah mengajar. Maka setiap langkah guru menuju sekolah, menuju kelas, adalah langkah perubahan.

Setiap goresan tinta guru dalam merencanakan pembelajaran adalah goresan perubahan. Setiap kelas yang guru masuki, adalah medan perubahan. Demikian seharusnya. Setiap anak yang kita jumpai adalah jawaban benarkah guru dan orang tua sudah membuat mereka berubah?

Pada faktanya, melakukan perubahan tidak semudah membalikan tangan, tidak semudah sulap yang cukup dengan berucap sim salabin abrakadabra. Dengan kata lain, acapkali kita menemukan anak yang gagal dalam belajar alias tidak menunjukkan perubahan. Mengapa? Tentang inilah saya ingin berbagi melalui tulisan ini. Saya akan merujuk pemikiran Burhanuddin Az-Zarnujy, seorang ulama besar abad 7 Hijriyah yang pakar pendidikan akhlak dan psikologi belajar Islam.

Makna Gagal Belajar

Ada dua makna gagal belajar. Pertama, sama sekali tidak mendapatkan pemahaman tentang yang ilmu yang dipelajari, tidak mencapai kompetensi yang seharusnya dipenuhi. Saya menyebutnya, bolostrong (bahasa Sunda), artinya kosong. Masuk kelas dengan kepala kosong, ke luar kelas masih kosong. Nah, itu namanya bolostrong. Sungguh kasihan bila anak-anak kita setiap hari seperti ini. Tapi lebih kasihan lagi kita sebagai gurunya. Bukankah sangat mungkin kitalah justru yang membuat mereka bolostrong?

Makna kedua dari gagal belajar adalah tidak adanya karakter yang terbentuk. Ilmu mungkin dikuasai, konsep dan prosedur mungkin dipahami, KKM mungkin dilampaui dengan sangat jauh, tetapi tidak berefek pada perubahan sikap dan perilaku, alias karakter. Inilah yang disebut ilmu tidak manfaat.

Mengapa Gagal?

Kegagalan belajar bermuara pada dua sebab utama, yaitu berkaitan dengan metode dan etika. Artinya belajar tanpa metode dan belajar tanpa etika, itulah pewaris kegagalan belajar yang dialami siswa. Belajar tanpa metode dan etika adalah belajar menuju gagal.

Belajar tanpa metode, itulah yang hampir umum ditemukan pada anak-anak kita, atau mungkin di hampir semua sekolah. Sudahkah anak-anak kita mengetahui metode mencatat yang efektif, metode membaca, metode menghafal, metode menjawab, metode mempelajari sebuah mata pelajaran? Mari persempit pertanyaanya pada mata pelajaran yang kita ampu.

Sebagai guru agama misalnya, saya harus bertanya sudahkan anak-anak didik saya tahu bagaiman metode mempelajari Islam yang baik dan efektif? Atau dipersempit lagi pada kompetensi tertetu. Sudahkah anak-anak didik saya mengetahui metode memahami ilmu waris yang mudah dan cepat?

Maka kewajiban seorang guru adalah mengenalkan dan mengajarkan kepadan anak metode belajar. Mengajarkan metode belajar jauh lebih penting daripada mengajarkan materi atau kompetensi mata pelajaran itu sendiri. Mengajar sebuah mata pelajaran tanpa mengajarkan bagaimana metode mempelajarinya, sama dengan menyuruh anak masuk kolam renang tanpa diajarkan cara berenang. Tidak kelelep pun dah syukur! Mak, mari ajari anak-anak kita belajar bagaimana cara belajar.

Bayangkan, bila seorang guru menghabiskan alokasi 1 tatap muka dengan 2 jam pelajaran untuk mengenalkan metode belajar mata pelajaran yang diampunya, sungguh menurut saya itu akan jadi senjata ampuh dan energi dahsyat untuk dengan mudah mempelajari mata pelajaran tersebut pada belasan tatap muka lainnya. Itulah kekuatan metode.

Demikianlah betapa pentingnya seorang guru, da’i, orang tua, dan semua yang terlibat dalam pendidikan memahami pentingnya metode. Mewariskan Islam kepada anak-anak kita perlu disertai dengan kesadaran akan hal ini. Sangat disayangkan, masih banyak guru dan da’i yang pengajarannya tentang Islam hanya mementingkan isi dan melupakan metode. Padahal bila berkaca kepada sejarah hidup Rasulullah saw, betapa Rasulullah saw adalah sosok yang sangat memperhatikan metode.

Di sekolah, saya sering berseloroh, salah besar bila guru mengajar tapi tidak mengajarkan metode belajar. Mengapa? Ya, karena itu sama saja dengan membiarkan siswa gagal sejak awal.
Sumber :
Islampos

ISTILAH ISTILAH DALAM PEMILU

Berikut kamus ilmiah bidang politik khususnya istilah dalam pemilihan umum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Istilah berdasarkan Pasal 1, UU pemilu 8 / 2012 tentang Pemilu
  1. Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang  dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,  jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik  Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang  Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  2. Pemilu Anggota Dewan  Perwakilan Rakyat, DewanPerwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat  Daerah adalah Pemilu untuk memilih anggota Dewan  Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan  Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan Dewan  Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota dalam Negara  Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  3. Komisi Pemilihan Umum, selanjutnya disingkat KPU, adalah lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri yang bertugas melaksanakan Pemilu.
  4. Komisi Pemilihan Umum  Provinsi, selanjutnya disingkat KPU Provinsi, adalah penyelenggara Pemilu yang bertugas melaksanakan Pemilu di provinsi.
  5. Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, selanjutnya disingkat KPU Kabupaten/Kota, adalah penyelenggara Pemilu yang bertugas melaksanakan Pemilu di kabupaten/kota.
  6. Panitia Pemilihan Kecamatan, selanjutnya disingkat PPK, adalah panitia yang dibentuk oleh  KPU Kabupaten/Kota untuk melaksanakan Pemilu di kecamatan atau nama lain.
  7. Panitia Pemungutan Suara, selanjutnya disingkat PPS, adalah  panitia yang dibentuk oleh  KPU Kabupaten/Kotauntuk melaksanakan Pemilu di desa atau nama lain/kelurahan.
  8. Panitia Pemilihan Luar Negeri, selanjutnya disingkat PPLN, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU untuk melaksanakan Pemilu di luar negeri.
  9. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara, selanjutnya disingkat KPPS, adalah kelompok yang dibentuk oleh PPS untuk melaksanakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara.
  10. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri, selanjutnya disingkat KPPSLN, adalah kelompok yang dibentuk oleh PPLN untuk melaksanakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara luar negeri.
  11. Petugas Pemutakhiran Data Pemilih,  selanjutnya disebut Pantarlih, adalah petugas yang dibentuk oleh  PPS  atau PPLN untuk melakukan  pendaftaran dan  pemutakhiran data pemilih.
  12. Tempat Pemungutan Suara, selanjutnya disingkat TPS, adalah tempat dilaksanakannya pemungutan suara.
  13. Tempat Pemungutan  Suara Luar Negeri, selanjutnya disingkat TPSLN, adalah tempat dilaksanakannya pemungutan suara di luar negeri.
  14. Badan Pengawas Pemilu, selanjutnya disebut Bawaslu, adalah lembaga penyelenggara Pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  15. Badan Pengawas Pemilu Provinsi, selanjutnya disebut Bawaslu Provinsi adalah badan yang dibentuk oleh Bawaslu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di provinsi.
  16. Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, selanjutnya disebut PanwasluKabupaten/Kota, adalah Panitia yang dibentuk oleh Bawaslu Provinsi yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di kabupaten/kota.
  17. Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, selanjutnya disebut Panwaslu Kecamatan, adalah panitia yang  dibentuk oleh Panwaslu Kabupaten/Kota yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di kecamatan atau nama lain.
  18. Pengawas Pemilu Lapangan adalah petugas yang dibentuk oleh Panwaslu Kecamatan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di desa atau nama lain/kelurahan.
  19. Pengawas Pemilu Luar Negeri adalah petugas yang dibentuk oleh Bawaslu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di luar negeri.
  20. Penduduk adalah Warga Negara Indonesia yang  berdomisili di wilayah Republik Indonesia atau di luar negeri.
  21. Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsaIndonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkandengan undang-undang sebagai warga negara.
  22. Pemilih adalah Warga Negara Indonesia yang telah genapberumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atausudah/pernah kawin.
  23. Peserta Pemilu adalah partai politik untuk Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota danperseorangan untuk Pemilu anggota DPD.
  24. Partai Politik Peserta Pemilu adalah partai politik yang  telah memenuhi persyaratan sebagai Peserta Pemilu.
  25. Perseorangan Peserta Pemilu adalah perseorangan yangtelah memenuhi persyaratan sebagai Peserta Pemilu.
  26. Kampanye Pemilu adalah kegiatan Peserta Pemilu untukmeyakinkan para Pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program Peserta Pemilu.
  27. Masa Tenang adalah masa yang tidak dapat digunakan untuk melakukan aktivitas kampanye.
  28. Bilangan Pembagi Pemilihan bagi Kursi DPR, selanjutnya disingkat  BPP DPR, adalah bilangan yang diperoleh dari pembagian jumlah suara sah seluruh Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi ambang batas  tertentu  dari suara sah secara nasional di satu daerah pemilihan dengan jumlah kursi di suatu daerah pemilihan untuk menentukan jumlah perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu.
  29. Bilangan Pembagi Pemilihan bagi Kursi DPRD,  selanjutnya disingkat  BPP DPRD, adalah bilangan yang  diperoleh dari pembagian jumlah suara sah dengan  jumlah kursi di suatu daerah pemilihan untuk menentukan jumlah perolehan kursi Partai Politik Peserta  Pemilu dan terpilihnya anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.
 Istilah dalam Buku Panduan KPPS Pileg 2014 (Unduh buku di sini )
  1. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) adalah lembaga yang bertugas menangani pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu dan merupakan satu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilu.
  2. Pemilih adalah Warga Negara Indonesia yang pada tanggal 9 April 2014 telah berumur sekurangnya 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin dan bukan anggota TNI/POLRI.
  3. Pemilih tunadaksa adalah pemilih dengan cacat tubuh.
  4. Pemilih tunanetra adalah pemilih yang tidak dapat melihat.
  5. Peserta Pemilu adalah partai politik untuk Pemilu Anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota dan perseorangan untuk Pemilu anggota DPD
  6. Saksi peserta Pemilu adalah saksi peserta Pemilu yang mendapat surat mandat tertulis dari partai politik atau dari calon Anggota DPD.
  7. Pemantau Pemilu dilaksanakan oleh pemantau Pemilu yang telah diakreditasi oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
  8. Tempat Pemungutan Suara (TPS) adalah tempat pemilih memberikan suara pada hari pemungutan suara, yakni pada hari Rabu, tanggal 9 April 2014, mulai pukul 07.00-13.00 waktu setempat, termasuk untuk penghitungan suara yang dimulai setelah pemungutan suara selesai dan ditutup
  9. Daftar Pemilih Tetap (DPT), adalah susunan nama penduduk Warga Negara Indonesia yang telah memenuhi syarat sebagai Pemilih berdasarkan undang-undang dan berhak menggunakan haknya untuk memberikan suara di TPS dalam Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi/DPRA/DPRP/DPRPB dan DPRD Kabupaten/Kota/DPRK.
  10. Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), adalah susunan nama penduduk Warga Negara Indonesia yang telah memenuhi syarat sebagai Pemilih berdasarkan Undang-Undang dan telah terdaftar dalam DPT tetapi karena keadaan tertentu tidak dapat menggunakan hak pilihnya untuk memberikan suara di TPS tempat Pemilih yang bersangkutan terdaftar dalam DPT dan memberikan suara di TPS lain.
  11. Daftar Pemilih Khusus (DPK), adalah susunan nama penduduk Warga Negara Indonesia yang telah memenuhi syarat sebagai Pemilih berdasarkan Undang-Undang tetapi tidak memiliki identitas kependudukan dan/atau memiliki identitas kependudukan tetapi tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS), Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP), Daftar Pemilih Tetap (DPT)
  12. Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb), adalah susunan nama penduduk Warga Negara Indonesia yang telah memenuhi syarat sebagai Pemilih berdasarkan undang-undang dan memiliki kartu tanda penduduk atau Identitas Lain atau Paspor tetapi tidak terdaftar dalam DPT, DPTb atau DPK, dan memberikan suara di TPS pada Hari dan tanggal pemungutan suara menggunakan Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga atau Identitas Lain atau Paspor